Siapa tak kenal madu dan khasiatnya yang sangat luar biasa bagi kesehatan dan penyembuhan berbagai jenis penyalit berat apalagi ringan. Rasanya yang manis dan dihasilkan dari sarang lebah ini dikenal sejak nenek moyang manusia pertama lahir di dunia ini. Madu ini merupakan telur-telur dari ratu lebah yang tinggal di dalam sarang. Saat masanya sang ratu akan bertelur dan menempel pada sarang yang sudah disiapkan lebah jantan.
Telur-telur ini lalu diperas dan diambil sarinya dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Diminum langsungpun rasanya sangat manis. Proses mendapatkan pembuatannya yang unik dari lebah inilah yang membuat madu dihargakan cukup mahal. Sebotol bisa terjual antara Rp 40 Ribu hingga ratusan ribu. Inilah madu berkualitas yang biasanya langsung diambil dari alam.
Di kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat misalnya, masyarakat Desa Lendang Nangka, Kecamatan Masbagik dikembangkan budidaya lebah madu. Padahal dilihat dari tofografi alamnya dan keberadaan desa ini tidak cocok untuk mengembangkan madu. Pasalnya desa ini terletak jauh dari daerah pegunungan,hutan, perbukitan maupun persawahan. Bahkan desa ini dihuni warga yang dikenal padat penduduknya. Namun masyarakat disana tidak kehilangan akal untuk membudidayakan lebah madu ini.
Masyarakat di desa yang dikenal dengan desa budaya ini mengembangkan lebah madu di pekarangan rumah yang sempit bahkan di gang-gang masuk perumahan penduduk, lebah ini dibudidayakan. “Budidaya madu di desa ini oleh masyarakat pada umumnya dilakukan di halaman-halaman rumah yang sempit atau di gang-gang masuk perumahan,” L. Supratman, Ketua Kelompok Budidaya Lebah Madu Peringgsela.
Menurut L. Supratman, dala kelompok ini dianggotai 30 orang. Dan setiap anggota memiliki 10-30 kotak lebah madu. Panjang kotaknya tak sampai setengah meter. Kotaknya terbuat dari belahan-belahan bambu. Kotak bambu ini merupakan rumah bagi lebah-lebah peliharaannya dan sangatlah sederhana. Selain itu ada juga yang dipelihara di dalam kotak seperti budidaya lebah madu pada umumnya.
Jumlah kotak tergantung dari luas sempitnya halaman rumah. Kelompok Swadaya Madu ini diwadahi oleh Organisasi Pusat pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Lenka Indika. Soal makanan, lebah-lebah ini mencari makan di lingkungan sekitarnya, bahkan lebah ini sanggup terbang hingga tiga kilometer untuk mencari makanan.
Dari hasil panen lebah madu selama ini yang dihasilkan dari kotak lebah tersebut bisa menghasilkan lebah madu satu botol, bahkan kurang dan kadang ada yang lebih. Artinya jumlah madu yang dihasilkan jumlahnya terbatas. “Itulah salah satu faktor mengapa madu dari hasil budidaya ini dijual mahal antara Rp 80 ribu hingga Rp 150 ribuan. Namun dijamin asli dan pasti moncer. Yang beli bisa peras sendiri atau diperasin,” tutur Supratman.
Karena masih terbatasnya hasil madu dari budidaya lebah disini, konsumen yang menginginkan madu Pringgasela harus jauh-jauh hari memesannya terlebih dahulu. Bahkan sebelum masa panen tiba, sudah ada yang boking duluan. “Karena itu kita tak pernah kesulitan memasarkan madu ini, walaupun lokasi budidayanya di lorong sempit dan tanah sempit,” kata Supratman.
Bahkan jika kondisi sangat limit, konsumen berani membayar lebih mahal hingga Ratusan ribu per botol. Hasil budidaya lebah madu Pringgasela ini justru sudah dikemas apfik sedemikian rupa dan diberikan label yang juga dititipkan di toko-toko maupun apotik di Lombok.
Sumber: kampung